Rabu, 15 Februari 2012

Tips Untuk Generasi Muda


Tips Untuk Generasi Muda
Oleh: Laode Ida

Pertama, Fondasi diri (tanamkan dalam diri) sejak dini dengan ajaran dan nilai-nilai agama. Insya-Allah menjadi benteng dan saringan utama dari segala pengaruh yang merusak moralitas.

Kedua, Hargai orang tua yang telah berjasa tak terhingga dalam menghadirkan, membimbing dan membesarkan kita di dunia ini. Harus percaya bahwa kekecewaan atau sakit hati orang tua akibat ulah anak-anaknya merupakan bagian dari sumber kegagalan dunia akhirat bagi sang anak.

Ketiga, Hadirkan dan pelihara sikap toleransi antar sesama manusia serta juga makhluk Tuhan lainnya. Kita hidup dalam komunitas dan lintas komunitas yang berbeda satu sama lain, modal sosial yang harus diperkuat.

Keempat, Generasi muda (siswa dan mahasiswa) selalu harus tekun dalam belajar, menimba ilmu dan keterampilan. Harus selalu fokus dan konsetrasi pada bidang tertentu, karena daya saing kita ditentukan oleh kemampuan menguasai suatu bidang tertentu.

Kelima, Bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya (seperti Jerman, Perancis, Cina, Jepang, Arab) sedapatnya mungkin dikuasai salah satunya, karena kita sudah menjadi warga negara global (we are global citizen). Keberhasilan dalam persaingan untuk memasuki lapangan kerja, misalnya, dan atau di berbagai bidang kehidupan pun kini dan masa datang akan san gat tergantung pada penguasaan bahasa asing yang terkait itu.

Keenam, Melatih diri untuk menjadi pemimpin, baik melalui organisasi intra maupun ekstra sekolah/kampus. Banyak wadah yang tersedia untuk membiasakan bersikap kritis-konstruktif dalam melihat dan menanggapi fenomena dan realita (permasalahan) yang terjadi di masyarakat dan pemerintahan. Namun harus selalu diingat, jangan sampai kita masuk dalam jebakan politik praktis yang akan mengganggu netralitas-obyektif yang dimiliki, bahkan mungkin merusak moralitas–utamanya terkait dengan orientasi dan tawaran fragmatis.

Ketujuh, Membaca buku, majalah, koran, sejenisnya harus dijadikan sebagai bagian dari kewajiban yang menyenangkan. Ini menjadi modal utama atau isi dalam otak kita.

Kedelapan, Selalu bersikap “jangan puas”, sehingga selalu ada upaya untuk meraih sesuatu yang lebih baik ketimbang yang kita miliki sekarang ini.

Kamis, 09 Februari 2012

http://www.gresnews.com/berita/konsultasi_hukum?refresh=1


Asuransi Kecelakaan lalulintas

Anda tentu sering mendengar atau mengetahui tentang kecelakaan lalu lintas baik dari televisi, radio maupun surat
kabar. Namun tahukan anda, jika korban kecelakaan lalu lintas dilindungi oleh asuransi kecelakaan lalu lintas.
Terdapat beberapa aturan yang memberikan jaminan terhadap siapa asuransi atau santunan diberikan.
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 asuransi
atau santunan diberikan kepada:
1. Korban yang berhak atas santunan yaitu setiap penumpang sah dari alat angkutan penumpang umum yang
mengalami kecelakaan diri, yang diakibatkan oleh penggunaan alat angkutan umum, selama penumpang yang
bersangkutan berada dalam angkutan tersebut, yaitu saat naik dari tempat pemberangkatan sampai turun di
tempat tujuan
2. Kendaraan Bermotor Umum (bis) berada dalam kapal ferry, apabila kapal ferry di maksud mengalami
kecelakaan, kepada penumpang bis yang menjadi korban diberikan jaminan ganda
3. Penumpang Mobil Plat Hitam
Bagi penumpang mobil plat hitam yang mendapat izin resmi sebagai alat angkutan penumpang umum, seperti
antara lain mobil pariwisata, mobil sewa dan lain-lain.
4. Korban Yang Mayatnya Tidak Diketemukan
Penyelesaian santunan bagi korban yang mayatnya tidak diketemukan dan atau hilang didasarkan kepada
Putusan Pengadilan Negeri.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 juga mengatur
pemberlakuan asuransi atau jaminankecelakaan lalu lintas, antara lain:
1. Korban Yang Berhak Atas Santunan, adalah pihak ketiga yaitu:
a. Setiap orang yang berada di luar angkutan lalu lintas jalan yang menimbulkan kecelakaan yang menjadi korban
akibat kecelakaan dari penggunaan alat angkutan lalu lintas jalan tersebut, contoh : Pejalan kaki ditabrak
kendaraan bermotor.
b. Setiap orang atau mereka yang berada di dalam suatu kendaraan bermotor dan ditabrak, dimana pengemudi
kendaran bermotor yang ditumpangi dinyatakan bukan sebagai penyebab kecelakaan, termasuk dalam hal ini
para penumpang kendaraan bermotor dan sepeda motor pribadi.
2. Untuk Tabrakan Dua atau Lebih Kendaraan Bermotor, diatur:
a. Apabila dalam laporan hasil pemeriksaan Kepolisian dinyatakan bahwa pengemudi yang mengalami
kecelakaan merupakan penyebab terjadinya kecelakaan, maka baik pengemudi maupun penumpang kendaraan
tersebut tidak terjamin dalam UU No 34/1964 jo PP no 18/1965
b. Apabila dalam kesimpulan hasil pemeriksaan pihak Kepolisian belum diketahui pihak-pihak pengemudi yang
menjadi penyebab kecelakaan dan atau dapat disamakan kedua pengemudinya sama-sama sebagai penyebab
terjadinya kecelakaan, pada prinsipnya sesuai dengan ketentuan UU No 34/1964 jo PP No 18/1965 santunan
belum daat diserahkan atau ditangguhkan sambil menunggu Putusan Hakim/Putusan Pengadilan
3. Untuk Kasus Tabrak Lari, terlebih dahulu dilakukan penelitian atas kebenaran kasus kejadiannya.
4. Untuk Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Kereta Api, diatur:
a. Berjalan kaki di atas rel atau jalanan kereta api dan atau menyebrang sehingga tertabrak kereta api serta
pengemudi/penumpang kendaraan bermotor yang mengalami kecelakaan akibat lalu lintas perjalanan kerata api,
maka korban mendapatkan jaminan asuransi atau santun menurut undang-undang ini.
b. Pejalan kaki atau pengemudi/penumpang kendaraan bermotor yang dengan sengaja menerobos palang pintu
kereta api yang sedang difungsikan sebagaimana lazimnya kerata api akan lewat, apabila tertabrak kereta api
maka korban tidak mendapatkan jaminan menurut undang-undang ini.
Pengecualian-pengecualian dalam pemberian asuransi atau santunan kecelakaan lalu lintas, terjadi pada:
1. Dalam hal kecelakaan penumpang umum atau lalu lintas jalan
a. Jika korban atau ahli warisnya telah memperoleh jaminan berdasarkan UU No 33 Tahun 1964 atau UU No.
34 Tahun 1964
b. Bunuh diri, percobaan bunuh diri atau sesuatu kesengajaan lain pada pihak korban atau ahli waris
c. Kecelakaan-kecelakaan yang terjadi pada waktu korban sedang dalam keadaan mabuk atau tak sadar,
melakukan perbuatan kejahatan ataupun diakibatkan oleh atau terjadi karena korban memiliki cacat badan atau
keadaan badaniah atau rohaniah biasa lain.
2. Dalam hal kecelakaan yang terjadi tidak mempunyai hubungan dengan resiko kecelakaan penumpang umum
atau lalu lintas jalan
a. Kendaraan bermotor penumpang umum yang bersangkutan sedang dipergunakan untuk turut serta dalam
suatu perlombaan kecakapan atau kecepatan
b. Kecelakaan terjadi pada waktu di dekat kendaraan bermotor penumpang umum yang bersangkutan ternyata
ada akibat gempa bumi atau letusan gunung berapi, angin puyuh, atau sesuatu gejala geologi atau metereologi
lain.
c. Kecelakaan akibat dari sebab yang langsung atau tidak langsung mempunyai hubungan dengan, bencana,
perang atau sesuatu keadaan perang lainnya, penyerbuan musuh, sekalipun Indonesia tidak termasuk dalam
negara-negara yang turut berperang, pendudukan atau perang saudara, pemberontakan, huru hara, pemogokan
dan penolakan kaum buruh, perbuatan sabotase, perbuatan teror, kerusuhan atau kekacauan yang bersifat politik
atau bersifat lain.
d. Kecelakaan akibat dari senjata-senjata perang
e. Kecelakaan akibat dari sesuatu perbuatan dalam penyelenggaraan sesuatu perintah, tindakan atau peraturan
dari pihak ABRI atau asing yang diambil berhubung dengan sesuatu keadaan tersebut di atas, atau kecelakaan
yang disebabkan dari kelalaian sesuatu perbuatan dalam penyelenggaraan tersebut.
f. Kecelakaan yang diakibatkan oleh alat angkutan penumpang umum yang dipakai atau dikonfliksi atau
direkuisisi atau disita untuk tujuan tindakan angkatan bersenjata seperti tersebut di atas
g. Kecelakaan yang diakibatkan oleh angkutan penumpang umum yang khusus dipakai oleh atau untuk tujuantujuan
tugas angkatan bersenjata.
h. Kecelakaan yang terjadi sebagai akibat reaksi atom.
sumber: Direktur gresnews.com, Nur Hariandi Tusni, SH.MH, (Rabu, 19 Mei 2010 | 20:34:05 | ), lihat juga tips dan konsultasi hukum di www.gresnews.com  

Prinsip-Prinsip fair trial



Banyak dari kita mungkin sering mendengar istilah fair trial, baik dari media massa maupun sumber lainnya.
Tapi, apakah sebenarnya fair trial atau peradilan yang adil itu dan apa saja prinsip-prinsip dasarnya?
Penjelasan berikut mungkin akan memberikan gambaran untuk Anda.
“Tidak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang; setiap orang, dalam
persamaan yang penuh, berhak atas proses peradilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan
tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap tuntutan pidana yang
dijatuhkan kepadanya.”
Kalimat di atas merupakan prinsip dasar dalam suatu proses hukum pidana. Prinsip dasar itu berlaku universal, di
mana pun, kapan pun, serta tidak hanya terdapat dalam DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia),
tetapi terdapat pula di dalam aturan hukum domestik seperti Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).
Sebagai negara hukum, Indonesia harus mampu menjamin perlindungan hak-hak tersebut, tidak hanya dalam
aturan hukum yang bersifat normatif tetapi juga dalam implementasinya.
Pertimbangan huruf (a) KUHAP menyebutkan:
“Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang
menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Ketentuan di atas menegaskan bahwa negara menjamin perlindungan hak warganegara tanpa kecuali dan
KUHAP sebagai pedoman pengatur hukum acara pidana nasional wajib menjamin perlindungan hak warga
negara.
Prinsip-prinsip fair trial yang penting dan wajib diketahui oleh setiap orang termasuk aparat penegak hukum
antara lain:
(1) Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi serta larangan penangkapan dan penahanan sewenangwenang.
Hak inilah yang mendasari hak-hak selanjutnya dalam proses hukum pidana. Pada prinsipnya,
seseorang itu hidup bebas dan memiliki hak untuk dan atas kemerdekaan pribadinya. Pembatasan kemerdekaan
seseorang melalui penangkapan dan penahanan dalam proses pidana hanya dan hanya jika terdapat alas dasar
yang sesuai dengan hukum, seperti bukti permulaan yang cukup dan adanya alas hak berupa kewenangan aparat
hukum dan surat perintah dari instansi berwenang. Prinsip dasarnya, penangkapan atau penahanan sama sekali
tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang dan harus dilaksanakan oleh aparat berwenang berdasarkan
ketentuan dan prosedur hukum yang berlaku.
(2) Hak untuk mengetahui alasan penangkapan dan penahanan. Setiap orang yang ditangkap atau ditahan berhak
untuk diberitahu dalam bahasa yang diketahuinya, tentang alasan-alasan penangkapan, tuntutan apa yang
diajukan, dan diberitahukan mengenai hak-haknya dan diberi penjelasan bagaimana ia dapat menggunakan hakhaknya
tersebut.
(3) Hak atas bantuan hukum. Setiap orang yang menghadapi tuduhan pidana berhak untuk didampingi oleh
penasihat hukum atas pilihannya sendiri untuk melindungi hak-haknya dan untuk mendampinginya dalam
pembelaan. Jika orang tersebut tidak mampu membayar biaya pengacara, harus ditunjuk penasihat hukum yang
berkualitas baginya. Orang tersebut juga harus diberikan waktu yang layak dan fasilitas yang cukup untuk
berkomunikasi dengan penasihat hukumnya. Kesempatan untuk dapat memperoleh bantuan hukum harus segera
dan tidak boleh ditunda-tunda.
(4) Hak untuk menguji penangkapan dan penahanan. Setiap orang yang mengalami penangkapan dan penahanan
tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui alasannya melainkan juga berhak untuk menguji penangkapan atau
penahanan terhadap dirinya.
(5) Asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) terhadap setiap orang yang disangka, ditangkap,
ditahan, dituntut dan dihadapkan di depan sidang pengadilan sampai adanya putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde).
(6) Hak untuk diajukan dengan segera ke hadapan hakim dan persidangan dengan waktu yang masuk akal.
Setiap orang berhak untuk segera mendapatkan kepastian hukum atas proses hukum yang dihadapinya. Oleh
karena itu, tidak diperbolehkan adanya penundaan ataupun upaya-upaya memperlambat proses pidana yang
sedang dijalani oleh seseorang tanpa alasan yang jelas.
(7) Asas persamaan di muka hukum (equality before the law). Setiap orang tanpa kecuali harus mendapatkan
perlakuan sama tanpa membedakan status, latar belakang, kepercayaan, jenis kelamin, dan sebagainya dalam
proses hukum.
(8) Larangan atas penyiksaan. Tidak ada alasan apapun yang membolehkan aparat penegak hukum melakukan
penyiksaan terhadap tersangka atau terdakwa untuk memperoleh keterangan dari yang bersangkutan.
Penyiksaan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Bagaimanapun juga, seseorang yang menghadapi
persoalan pidana dan menjalani prosesnya tetap merupakan manusia yang harus diperlakukan manusiawi seberat
apapun tuduhan kejahatan yang dituduhkan kepadanya. Selain itu, menurut prinsip hukum, segala keterangan
yang diperoleh dengan melakukan penyiksaan tidak memiliki kekuatan pembuktian.
(9) Hak atas pemeriksaan yang adil dan terbuka. Setiap orang berhak atas pemeriksaan yang adil dan terbuka.
Setiap pemeriksaan di persidangan harus diberikan secara adil dan dapat dilihat oleh publik (kecuali perkaraperkara
tertentu yang karena sifatnya tidak dapat dilakukan secara terbuka seperti persidangan pidana anak dan
kasus pemerkosaan/perceraian).
(10) Hak untuk segera diberitahukan bentuk dan penyebab tuduhan pidana diberikan (dalam bahasa yang
dimengertinya).
(11) Hak untuk mendapatkan waktu dan fasilitas yang cukup untuk mempersiapkan pembelaan.
(12) Hak untuk membela dirinya sendiri atau melalui penasihat hukum.
(13) Hak untuk memeriksa para saksi yang memberatkan dengan porsi yang sama.
(14) Hak untuk mendapatkan penerjemah secara gratis.
(15) Larangan untuk memaksa seseorang memberikan keterangan yang akan memberatkan dirinya sendiri (selfincrimination)
sumber: Gresnews.com Selasa, 18 Agustus 2009 | 06:36:00 | ...
Dikutip dari buku Panduan Bantuan Hukum di Indonesia (YLBHI, 2009)