Sabtu, 30 Juni 2012

Berita Memoarema Kades Dituding Korupsi

Kades Dituding Korupsi

Malang — Sejumlah anggota (Badan Pengawas Desa) BPD Desa Watugede, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang didampingi kuasa hukumnya, Selasa (29/5/2012) datang ke Mapolres Malang melaporkan Spn (70) Kepala Desa Watugede terkait dugaan tindak pidana korupsi. Turut datang membawa bukti-bukti, Heri Santoso selaku Ketua BPD, Laode Maulidin SH selaku kuasa hukum. Nampak juga Zia Ulhaq, Koordinator Malang Corruption Watch (MCW).
Diwawancarai di ruang lobi Polres Malang, Selasa (29/5/2012) siang, menurut Heri Santoso, sesungguhnya pengaduan dugaan tindak korupsi telah disampaikan kepada Pemkab Malang secara tertulis tertanggal 26 November 2011. Namun, entah apa sebabnya, menurut Heri Santoso, pengaduan tersebut seakan terlupakan. Sebab tidak ada follow up atau kelanjutan penindakan. Harapan dalam surat tertulis itu, bahwa ada tindakan tegas seperti penghentian peran Spn selaku kades di Desa Watugede.
“Kita sudah lapor resmi kepada Pemkab agar ditindaklanjuti, tapi tidak ada tindakan langsung. Sehingga kita datang ke Polres untuk melaporkannya,“ ungkap Heri Santoso, Selasa (29/5/2012) siang. Bersama Laode Maulidin SH dan sejumlah anggota BPD, Heri juga membawa bukti-bukti dugaan korupsi, diantaranya beberapa kuitansi sewa menyewa tanah seluas 5 Ha oleh tiga orang warga.
“Selama dia menjabat. Kita tidak pernah diajak rembug atau musyawarah. Selama ini tidak ada transparansi soal kinerja dia dalam pembangunan di desa,“ tambah Heri. Lalu apa dasar dari pihak BPD melaporkan Spn ? Yakni dugaan pelanggaran pengelolaan kekayaan Desa Watugede berupa pengelolaan, pemanfaatan dan penyewaan kekayaan desa.
Dasar dugaan ini sebagai berikut : Pertama, pengelolaan kekayaan desa oleh kades tidak pernah mendapat persetujuan BPD. “Perbuatan dia melanggar isi Permendagri no 4 tahun 2007 pasal 4 ayat 3 yang seharusnya BPD dilibatkan dalam pengelolaan kekayaan desa,“ ungkap Laode Maulidin SH disamping Zia Ulhaq.
Kedua, tentang pemanfaatan pengelolaan kekayaan desa justru untuk pelunasan pajak di tahun 2007 yakni penyewaan sawah bendo deso kepada seorang warga berinisial DRM. Ketiga terkait penyewaan kekayaan desa dilakukan selama 6 tahun, dimana pada Permendagri No 4 tahun 2007 pasal 10 ayat 1b, disebutkan bahwa lama sewa tanah maksimal 3 tahun. Penyewaan tanah ini kepada seorang warga berinisial TMS.
Kuat dugaan adanya penyalahgunaan ini juga berkat diketahuinya jika tanah desa telah disewakan sang kades kepada pihak ketiga. Spn sendiri diketahui akan berakhir masa jabatannya pada Mei 2013 nanti. Sementara sewa menyewa tanah justru berlangsung sekisaran 2016 – 2018. “Anggota BPD resah atas perbuatan dia, ada beberapa bukti kuitansi terkait sewa menyewa tanah, “ ujar Zia Ulhaq. “Pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan kemudian dipakai untuk pembangunan kantor desa, aspal jalan dan panti PKK. Dananya diambil dari hasil penyewaan lahan desa. Seharusnya ketiga bangunan seharusnya didanani ole pemerintah melalui ADD dan pola kemitraan,“ ungkap Laode Mauludin.
Fatalnya, menurut Laode dan Heri, tidak ada perencanaan pengelolaan dana secara transparan oleh kades dan tidak jelas sistem pengerjaan pembangunannya. “Tidak ada rembug dan tidak ada laporan pertanggungjawaban tertulis setelah ada proyek itu,“ ungkap Heri dan Ibadul Mukhlisin. Surat laporan dari pihak BPD Watugede tertanggal 26 November 2011 juga disampaikan berupa tembusan kepada Inspektorat Kabupaten Malang, Camat Singosari (saat itu), Danramil Singosari dan Kapolsek Singosari (pada tahun 2011 masa itu). “Kita harap dia bisa turun. Aset desa bisa dikembalikan ke kas desa, “ ungkap Ibadul Mukhlisin.
Kemarin siang, sejumlah anggota BPD, termasuk Zia Ulhaq sempat terheran-heran dengan alur pelaporan dugaan tindak korupsi itu. Datang disambut baik anggota SPKT Polres Malang dan diarahkan menjalani gelar perkara bersama di Sat Reskrim Polres Malang. Para pelapor kemudian disarankan anggota Sidik Unit I agar mengajukan perkara tersebut kepada Kapolres Malang. Surat tersebut kemudian diterima anggota SEPRI guna disampaikan kepada Kapolres Malang.(oso)
Berita Terkait :
  1. Main Judi, Anak Kades Digerebek
  2. Camat Polisikan Mantan Kades, Emoh Kasihkan Stempel Desa, Motor Dinas & Buku Krawangan
  3. Kades Ternyang Dilaporkan Pungli, Terkait Prona Sertifikasi Tanah Massal
  4. Kades Jenggolo Kesandung Tanah Sewa
  5. Kades Tambakasri Jadi Tersangka , Suruh Orang Jarah Hutan Perhutani
MEMOAREMA.COMBERITA UTAMA→Kades Dituding Korupsi

Di PHK, 18 Mantan Driver BCA Mengadu

 Di PHK, 18 Mantan Driver BCA Mengadu
Berita Malang Post Kamis, 28 Juni 2012 20:47
MALANG - 18 driver  BCA Malang menuntut keadilan dan perlindungan hukum. Mereka  di PHK sepihak sebelum masa kontrak kerja berakhir. Akibat PHK, 18 pengemudi itu mengalami total kerugian sebesar Rp 409.837.000. Masalah ini diadukan ke Dinas Ketenagakerjaan dan Sosial oleh perwakilan driver BCA, kemarin. Mereka didampingi Pusat Advokasi Hukum &  Hak Asasi Manusia (PAHAM)  Malang.
Joko Martono, salah seorang mantan driver BCA menjelaskan, ia diberhentikan dari pekerjaannya secara sepihak pada Januari lalu. Padahal masa kerjanya sesuai kontrak yang ditandatangani melalui koperasi Kresna sebagai penyalur driver berakhir pada April lalu.
Untuk diketahui, diduga koperasi Kresna dan koperasi Arjuna merupakan mitra kerja PT Indorent. PT Indorent bekerjasama dengan dua koperasi tersebut dalam menyediakan driver sebagai bagian dari kerjasama sewa mobil antara BCA dengan PT Indorent.
Lebih lanjut Joko mengatakan, saat di PHK, ia tak mendapat pesangon ataupun talih asih sama sekali. Sudah begitu, ia harus kehilangan gaji sekitar Rp 10 juta untuk total empat bulan. Yakni terhitung bulan Januari, Februari, Maret dan April.
Joko yang sudah bekerja sebagai driver di BCA selama 14 tahun ini berharap ada penyelesaian nasib mereka. Dia berharap, Dinas Tenagakerja dan Sosial memediasi mereka dengan BCA dan pihak terkait persoalan tersebut.
Laode Maulidin SH dari PAHAM Malang mengatakan, terdapat 18 mantan driver BCA yang mengalami nasib serupa dengan Joko Martono. Mereka tersebar di berbagai kantor BCA di Malang Raya. Jika ditotal, jumlah kerugian yang dialami para mantan driver BCA Rp 409.837.000.
Rincian  kerugian sebesar itu berdasarkan perhitungan sisa kontrak, ditambah pesangon, UPMK dan penghargaan 15 persen. Jika dihitung, masing-masing mantan driver itu seharusnya mendapat Rp 29.842.500 sampai Rp 11.937.000. Jumlahnya tidak sama karena sesuai masa kerja masing-masing mantan driver.
“Karena itu, hari ini kami meminta dimediasi dan perlindungan hukum kepada 18 mantan driver BCA,” jelasnya usai mendampingi perwakilan mantan driver BCA di Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, kemarin.
Kabid Hubungan  Industrial, Dinas Ketenagakerjaan dan Sosial, J Isti Darmawan mengatakan, setelah meniliti berkas 18 mantan driver BCA itu, ternyata tidak semua bekerja di wilayah Kota Malang. Sebagian diantaranya juga bekerja di BCA di wilayah Kabupaten Malang dan Kota Batu.
“Karena itu, dilihat dari kewenangan mediasi, maka yang bisa mediasi yakni mediator dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jatim. Karena meliputi tiga wilayah pemerintah daerah,” jelasnya.
Hal ini mengacu dari peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, No Kep. 92/Men/VI/2004 tentang pengangkatan dan pemberhentian mediator serta tata kerja mediasi. “Jadi bukan berarti kami tidak mau melayani. Tetapi harus mengacu dari aturan yang berlaku. Mereka kami sarankan ke Dinas Tenaga Kerja provinsi Jatim,” jelasnya.

BCA Sudah Carikan Solusi
Officer Perencanaan SDM BCA Malang, Yudi Suyono yang ditemui terpisah membantah bahwa pihaknya yang melakukan PHK. Persoalan ini pun sebenarnya merupakan kewenangan BCA pusat di Jakarta.
Yudi menjelaskan, awalnya BCA pusat bekerjasama dengan perusahaan outsorcing di Jakarta dalam bentuk borongan penyewaan mobil untuk operasional BCA. Selain mobil, dalam paket kerjasama itu disediakan driver.
“Di BCA  ada pengelolaan unit kendaraan yang dikelola dengan pihak ketiga, PT Indorent  di Jakarta. Yang melakukan kerjasama adalag BCA pusat,  kami hanya penerima jasa,” jelasnya.
Kontrak kerjasama tersebut lanjut dia, berakhir pada Desember 2011 dan tak diperpanjang lagi. Akibatnya para driver itu pun tak lagi bisa  bekerja sebagai driver BCA.
Jumlah driver yang tak bisa melanjutkan pekerjaannya sebenarnya sebanyak 29 orang. Namun Yudi menegaskan bahwa mereka bukan karyawan BCA. “Mereka itu karyawan yang bekerjasama dengan pihak ketiga kami,” jelasnya.
Kendati begitu, Yudi memastikan bahwa pihaknya sebenarnya sudah berusaha membantu para mantan driver tersebut. Contohnya kata dia, dengan meminta kepada pihak ketiga yang menjadi mitra BCA penyedia sewa mobil untuk direkrut lagi sebagai driver.
”Tapi mereka harus mengikuti tes.Lima diantaranya sudah diterima setelah melalui tes,” jelasnya. Sedangkan mantan driver lainnya kata dia, sudah diupayakan untuk dicarikan pekerjaan di perusahaan lain. (van/lim)